IKLAN BARIS

Rabu, 05 Desember 2012

all about BRONKOPNEUMONIA


1.Pemicu
Seorang Ibu membawa anak perempuan ke Puskesmas pada tanggal 1 Desember 2012 oleh karena batuk dan Sesak Napas.Anamnesis : Batuk 5 hari,batuknya semakin hari semakin berat dan kemudian sesak napas 1 hari.Sebelumnya anak panas,pilek dan bersin.
Pemeriksaan : Nampak seorang anak perempuan umur 5 tahun 2 bulan,BB 17kg,Suhu tubuh 38,5 ◦C,denyut jantung 124 x/menit,Frekuensi Pernafasan 32 x/menit.Pada Inspeksi terlihat pernapasan cuping hidung(+),retraksi intercostal,suprasternal dan xyphoid.Auskultasi tipe pernapasan bronchial,ronki basah gelembung halus/ sedang difus.Hepar dan Lien tidak teraba dan anggota gerak normal.
2.Klarifikasi Istilah
­   Lien:Limfa :Organ yang berguna bagi sistem pertahanan tubuh.
­   Tipe pernafasan Bronkial
­   Retraksi intercostal,supra sternal dan xyphoid.
3.Definisi Masalah
§  Anak panas dengan suhu tubuh : 38,5◦C
§  Pilek
§  Bersin
§  Batuk 5 hari
§  Sesak nafas 1 hari
§  Denyut jantung cepat : Takikardia à Abnormal
§  Retraksi intercostal,suprasternal
§  Pernafasan Cuping hidung
§  Ronki basah halus
4.Analisa Masalah
1.      Panas/Demam disebabkan adanya infeksi bakteri,
2.      Pilek terjadi karena adanya kuman menyebabkan permeabilitas kelenjar mukus dan kelenjar serosa meningkat.
3.      Bersin terjadi karena adanya bakteri masuk kedalam rongga hidung,terjadi respon tubuh terhadap bakteri dan meresponnya dengan bersin.
4.      Sesak Nafas terjadi karena adanya gangguan difusi.faktor Predisposisi:Kadar Ig E dalam tubuh meningkat.
5.      Takikardi
6.      Ronki basah halus dapat didengar pada saat Auskultasi,yang terdengar seperti suara tambahan seperti suara gesekan rambut.
7.      Retraksi intercostal terlihat pada saat penarikan intercosta secara paksa sehingga costa tertarik keatas.
5.Gali Konsep
·         Pneumonia
·         Bronketaksis
·         Bronkitis Kronis
·         Bronkiolitis
·         Koch Pulmonal
·         Bronko-Pneumonia
6.Pembahasan Objektif Pembelajaran
6.1. Pembahasan tentang Suara Napas Normal dan Suara Tambahan pada Pernapasan..
Jawab : SUARA NAPAS NORMAL DAN SUARA NAPAS TAMBAHAN
Suara napas adalah suara yang dihasilkan aliran udara yang masuk dan keluar paru pada waktu bernapas. Pada proses pernapasan terjadi pusaran eddies dan benturan turbulensi pada bronkus dan percabangannya. Getaran dihantarkan melalui lumen dan dinding bronkus. Pusaran dan benturan lebih banyak pada waktu inspirasi(menarik napas) disbanding ekspirasi (mengeluarkan napas), hal inilah yang menyebabkan perbedaan suara antara inspirasi dan ekspirasi.
Suara napas ada 3 macam yaitu suara napas norma(vesikuler), suara napas campuran(bronkovesikuler) dan suara napas bronkial.
  1. Suara napas vesikuler bernada rendah, terdengar lebih panjang pada fase inspirasi daripada ekspirasi dan kedua fase bersambung(tidak ada silent gaps).
  2. Suara napas bronkial bernada tinggi dengan fase ekspirasi lebih lama daripada inspirasi dan terputus(silent gaps).
  3. Sedangkan kombinasi suara nada tinggi dengan inspirasi dan ekspirasi yang jelas dan tidak ada silent gaps disebut bronkovesikuler/vesikobronkial.
Suara napas vesikuler pada kedua paru normal dapat meningkat pada anak, orang kurus dan latihan jasmani,. Bila salah satu meningkat berarti ada kelainan pada salah satu paru. Suara vesikuler melemah kemungkinan adanya cairan, udara, jaringan padat pada rongga pleura dan keadaan patologi paru.
Suara napas bronkial tidak terdengar pada paru normal, baru terdengar bila paru menjadi padat, misalkan konsolidasi.
Suara napas asmatik yaitu inspirasi normal/ pendek diikuti ekspirasi lebih lama dengan nada lebih tinggi disertai wheeze.
Suara tambahan dari paru adalah suara yang tidak terdengar pada keadaan paru sehat. Suara ini timbul akibat dari adanya secret didalam saluran napas, penyempitan dari lumen saluran napas dan terbukanya acinus/alveoli yang sebelumnya kolap.
Karena banyaknya istilah suara tambahan, kita pakai saja istilah “ Ronki” yang dibagi menjadi 2 macam yaitu ronki basah dengan suara terputus- putus dan ronki kering dengan suara tidak terputus.
  1. Ronki basah kasar seperti suara gelembung udara besar yang pecah, terdengar pada saluran napas besar bila terisi banyak secret. Ronki basah sedang seperti suara gelembung kecil yang pecah, terdengar bila adanya secret pada saluaran napas kecil dan sedang, biasanya pada bronkiektasis dan bronkopneumonia. Ronki basah halus tidak mempunyai sifat gelembung lagi, terdengar seperti gesekan rambut, biasanya pada pneumonia dini.
  2. Ronki kering lebih mudah didengar pada fase ekspirasi, karena saluran napasnya menyempit. Ronki kering bernada tinggi disebut sibilan, terdengar mencicit/squacking, ronki kering akibat ada sumbatan saluran napas kecil disebut wheeze. Ronki kering bernada rendah akibat sumbatan sebagaian saluran napas besar disebut sonourous, terdengar seperti orang mengerang/ grouning,.
Suara tambahan lain yaitu dari gesekan pleura/ pleural friction rub yang terdengar seperti gesekan kertas, seirama dengan pernapasan dan terdengar jelas pada fase inspirasi, terutama bila stetoskop ditekan.

Jenis-jenis suara nafas tambahan karena hambatan sebagian jalan nafas :
a)     Snoring : suara seperti ngorok, kondisi ini menandakan adanya kebuntuan jalan napas bagian atas oleh benda padat, jika terdengar suara ini maka lakukanlah pengecekan langsung dengan cara cross-finger untuk membuka mulut (menggunakan 2 jari, yaitu ibu jari dan jari telunjuk tangan yang digunakan untuk chin lift tadi, ibu jari mendorong rahang atas ke atas, telunjuk menekan rahang bawah ke bawah). Lihatlah apakah ada benda yang menyangkut di tenggorokan korban (eg: gigi palsu dll). Pindahkan benda tersebut.
b)     Gargling : suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada kebuntuan yang disebabkan oleh cairan (eg: darah), maka lakukanlah cross-finger(seperti di atas), lalu lakukanlah finger-sweep (sesuai namanya, menggunakan 2 jari yang sudah dibalut dengan kain untuk “menyapu” rongga mulut dari cairan-cairan).
c)      Crowing : suara dengan nada tinggi, biasanya disebakan karena pembengkakan (edema) pada trakea, untuk pertolongan pertama tetap lakukan maneuver head tilt and chin lift atau jaw thrust saja
Jika suara napas tidak terdengar karena ada hambatan total pada jalan napas, maka dapat dilakukan :
  • Back Blow sebanyak 5 kali, yaitu dengan memukul menggunakan telapak tangan daerah diantara tulang scapula di punggung
  • Heimlich Maneuver, dengan cara memposisikan diri seperti gambar, lalu menarik tangan ke arah belakang atas.
  • Chest Thrust, dilakukan pada ibu hamil, bayi atau obesitas dengan cara memposisikan diri seperti gambar lalu mendorong tangan kearah dalam atas.

PERKUSI : Perawat melakukan perkusi untuk mengkaji resonansi pulmoner, organ yang ada disekitarnya dan pengembangan (ekskursi) diafragma.
Jenis suara perkusi
Suara perkusi normal :
1. Resonan (Sonor) : bergaung, nada rendah. Dihasilkan pada jaringan paru normal.
2. Dullness : dihasilkan di atas bagian jantung atau paru.
3. Tympany: musikal, dihasilkan di atas perut yang berisi udara.
Suara Perkusi Abnormal :
  • Hiperresonan: bergaung lebih rendah dibandingkan dengan resonan dan timbul pada bagian paru yang abnormal berisi udara.
  • Flatness: sangat dullness dan oleh karena itu nadanya lebih tinggi. Dapat didengar pada perkusi daerah paha, dimana areanya seluruhnya berisi jaringan.
AUSKULTASI : Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup mendengarkan suara nafas normal, suara tambahan (abnormal), dan suara.
Suara nafas normal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan nafas dari laring ke alveoli, dengan sifat bersih


Suara nafas normal :
  1. Bronchial : sering juga disebut dengan “Tubular sound” karena suara ini dihasilkan oleh udara yang melalui suatu tube (pipa), suaranya terdengar keras, nyaring, dengan hembusan yang lembut. Fase ekspirasinya lebih panjang daripada inspirasi, dan tidak ada henti diantara kedua fase tersebut. Normal terdengar di atas trachea atau daerah suprasternal notch.
  2. Bronchovesikular : merupakan gabungan dari suara nafas bronchial dan vesikular. Suaranya terdengar nyaring dan dengan intensitas yang sedang. Inspirasi sama panjang dengan ekspirasi. Suara ini terdengar di daerah thoraks dimana bronchi tertutup oleh dinding dada.
  3. Vesikular : terdengar lembut, halus, seperti angin sepoi-sepoi. Inspirasi lebih panjang dari ekspirasi, ekspirasi terdengar seperti tiupan.
Suara nafas tambahan :
  1. Wheezing : terdengar selama inspirasi dan ekspirasi, dengan karakter suara nyaring, musikal, suara terus menerus yang berhubungan dengan aliran udara melalui jalan nafas yang menyempit.
  2. Ronchi : terdengar selama fase inspirasi dan ekspirasi, karakter suara terdengar perlahan, nyaring, suara mengorok terus-menerus. Berhubungan dengan sekresi kental dan peningkatan produksi sputum
  3. Pleural friction rub : terdengar saat inspirasi dan ekspirasi. Karakter suara : kasar, berciut, suara seperti gesekan akibat dari inflamasi pada daerah pleura. Sering kali klien juga mengalami nyeri saat bernafas dalam.
  4. Crackles
  • Fine crackles : setiap fase lebih sering terdengar saat inspirasi. Karakter suara meletup, terpatah-patah akibat udara melewati daerah yang lembab di alveoli atau bronchiolus. Suara seperti rambut yang digesekkan.
  • Coarse crackles : lebih menonjol saat ekspirasi. Karakter suara lemah, kasar, suara gesekan terpotong akibat terdapatnya cairan atau sekresi pada jalan nafas yang besar. Mungkin akan berubah ketika klien batuk.
Frekuensi Pernapasan normal
·    Bayi: 25 – 50 kali tiap menit
·    Anak: 15 – 30 kali tiap menit
·    Dewasa: 12 – 20 kali tiap menit
Gangguan Pola Pernafasan
  1. Bradipnea           : Frekwensi pernapasan lambat yang abnormal, irama teratur
  2. Takipnea             : Frekwensi pernapasan cepat yang abnormal
  3. Hiperpnea           : Pernafasan cepat dan dalam
  4. Apnea                  : Berhenti bernapas
  5. Hiperventilasi     : Sesak nafas yang diakibatkan dari kegagalan vertikel kiri
  6. Hipoventilasi       : Pernafasan tampak sulit dan tertahan terutama saat akspirasi
  7. Pernapasan kussmaul : Nafas dalam yang abnormal bisa cepat, normal atau lambat pada umumnya pada asidosis metabolik
  8. Pernapasan biok                        : Tidak terlihat pada kerusakan otak bagian bawah dan depresi pernapasan
  9. Pernapasan Cheyne – stokes : Periode pernapasan cepat dalam yang bergantian dengan periode apnea, umumnya pada bayi dan anak selama tidur terasa nyenyak, depresi dan kerusakan otak.


6.2. Menghitung Berat Badan sesuai Umur
     Jawab : BBI BAYI (USIA 0-12 bulan) : RUMUS BBI = (umur (bln) / 2 ) + 4
Misal :
1) Usia bayi 2 bln, maka BBI = (2/2) + 4 = 5 kg
2) Usia bayi 3 bln, maka BBI = (3/2) + 4 = 5,5 kg
3) Usia bayi 4 bln, maka BBI = (4/2) + 4 = 6 kg
4) Usia bayi 5 bln, maka BBI = (5/2) + 4 = 6,5 kg
Terlihat bahwa BBI berbanding lurus dengan usia, dimana tiap bulan pertumbuhan/pertambahan berat yang ideal bagi bayi adalah sebesar 0,5 kg. Bagaimana menjaga BBI bayi dan asupan makan/minumnya? Seorang ibu yang masih menyusui anaknya harus dapat menjaga asupan makan/minumnya yang mengandung nutrisi, gizi, zat & mineral yang bermanfaat bagi bayinya (Lihat JUS Bagi Ibu Hamil dan Menyusui).
Penggunaan rumus perhitungan ini hanya dapat digunakan sampai usia bayi/anak mencapai 12 bln. Di atas 12 bulan dimana pada umumnya anak sudah berjalan & aktivitasnya sudah lebih banyak dari bayi maka digunakan rumus penghitungan yang lain.
BBI ANAK (USIA 1-10 tahun) : RUMUS BBI = (umur (thn) x 2 ) + 8
Misal :
1) Usia anak 1,0 thn, maka BBI = ( 1,0 x 2 ) + 8 = 10 kg
2) Usia anak 1,5 thn, maka BBI = ( 1,5 x 2 ) + 8 = 11 kg
3) Usia anak 2,0 thn, maka BBI = ( 2,0 x 2 ) + 8 = 12 kg
4) Usia anak 2,5 thn, maka BBI = ( 2,5 x 2 ) + 8 = 13 kg
Terlihat bahwa BBI seorang anak yang sehat setiap tahun akan bertambah sebesar 2 kg. Lebih dari itu menjadi gemuk/montok dan kurang dari itu terlihat kurus. Pada usia remaja (di atas 10 thn) rumus tsb tidak sesuai lagi karena aktivitas remaja & dewasa sudah lebih meningkat lagi.BBI BAYI (USIA 0-12 bulan) : RUMUS BBI = (umur (bln) / 2 ) + 4
Misal :
1) Usia bayi 2 bln, maka BBI = (2/2) + 4 = 5 kg
2) Usia bayi 3 bln, maka BBI = (3/2) + 4 = 5,5 kg
3) Usia bayi 4 bln, maka BBI = (4/2) + 4 = 6 kg
4) Usia bayi 5 bln, maka BBI = (5/2) + 4 = 6,5 kg
Terlihat bahwa BBI berbanding lurus dengan usia, dimana tiap bulan pertumbuhan/pertambahan berat yang ideal bagi bayi adalah sebesar 0,5 kg. Bagaimana menjaga BBI bayi dan asupan makan/minumnya? Seorang ibu yang masih menyusui anaknya harus dapat menjaga asupan makan/minumnya yang mengandung nutrisi, gizi, zat & mineral yang bermanfaat bagi bayinya (Lihat JUS Bagi Ibu Hamil dan Menyusui).
Penggunaan rumus perhitungan ini hanya dapat digunakan sampai usia bayi/anak mencapai 12 bln. Di atas 12 bulan dimana pada umumnya anak sudah berjalan & aktivitasnya sudah lebih banyak dari bayi maka digunakan rumus penghitungan yang lain.
BBI ANAK (USIA 1-10 tahun) : RUMUS BBI = (umur (thn) x 2 ) + 8
Misal :
1) Usia anak 1,0 thn, maka BBI = ( 1,0 x 2 ) + 8 = 10 kg
2) Usia anak 1,5 thn, maka BBI = ( 1,5 x 2 ) + 8 = 11 kg
3) Usia anak 2,0 thn, maka BBI = ( 2,0 x 2 ) + 8 = 12 kg
4) Usia anak 2,5 thn, maka BBI = ( 2,5 x 2 ) + 8 = 13 kg
Terlihat bahwa BBI seorang anak yang sehat setiap tahun akan bertambah sebesar 2 kg. Lebih dari itu menjadi gemuk/montok dan kurang dari itu terlihat kurus. Pada usia remaja (di atas 10 thn) rumus tsb tidak sesuai lagi karena aktivitas remaja & dewasa sudah lebih meningkat lagi.
     6.3. Definisi,Fisiologi,Patofisiologi,Etiologi Batuk dan Sesak Nafas
     Jawab :

DEFENISI
Batuk adalah suatu refleks fisiologi yang bermanfaat untuk mengeluarkan dan membersihkan saluran pernapasan dari dahak, debu, zat-zat perangsang asing yang dihirup, partikel-partikel asing yang dihirup dan unsur-unsur infeksi. Sedangkan batuk kronis adalah batuk yang terjadi dalam rentang waktu lebih dari 3 minggu.

ETIOLOGI
Batuk dapat terjadi akibat berbagai penyakit/proses yang merangsang reseptor batuk. Selain itu, batuk juga dapat terjadi pada keadaan-keadaan psikogenik tertentu. Tentunya diperlukan pemeriksaan yang seksama untuk mendeteksi keadaan-keadaan tersebut. Dalam hal ini perlu dilakukan anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik, dan mungkin juga pemeriksaan lain seperti laboratorium darah dan sputum, rontgen toraks, tes fungsi paru dan lain-lain.
Tabel 2. Beberapa penyebab batuk
Penyakit saluran nafas akut
Faringitis
Laringitis
Bronkitis
Bronkiolitis
Penyakit Kardiovaskuler
Edema paru
Infark paru


Penyakit saluran nafas kronis
Bronkitis
Bronkoektasis

Iritasi lingkungan
Gas
Debu
Perubahan suhu
Penyakit parenkimal
Pneumonia
Abses
Parasit

Alergi
Rinitis vasomotor
Asma bronkial


-
MEKANISME BATUK
Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase inspirasi, fase kompresi dan fase ekspirasi (literatur lain membagi fase batuk menjadi 4 fase yaitu fase iritasi, inspirasi, kompresi, dan ekspulsi).
Batuk biasanya bermula dari inhalasi sejumlah udara, kemudian glotis akan menutup dan tekanan di dalam paru akan meningkat yang akhirnya diikuti dengan pembukaan glotis secara tiba-tiba dan ekspirasi sejumlah udara dalam kecepatan tertentu.
Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi singkat dan cepat dari sejumlah besar udara, pada saat ini glotis secara refleks sudah terbuka. Volume udara yang diinspirasi sangat bervariasi jumlahnya, berkisar antara 200 sampai 3500 ml di atas kapasitas residu fungsional. Penelitian lain menyebutkan jumlah udara yang dihisap berkisar antara 50% dari tidal volume sampai 50% dari kapasitas vital. Ada dua manfaat utama dihisapnya sejumlah besar volume ini. Pertama, volume yang besar akan memperkuat fase ekspirasi nantinya dan dapat menghasilkan ekspirasi yang lebih cepat dan lebih kuat. Manfaat kedua, volume yang besar akan memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga pengeluaran sekret akan lebih mudah.
Setelah udara di inspirasi, maka mulailah fase kompresi dimana glotis akan tertutup selama 0,2 detik. Pada masa ini, tekanan di paru dan abdomen akan meningkat sampai 50-100 mmHg. Tertutupnya glotis merupakan ciri khas batuk, yang membedakannya dengan manuver ekspirasi paksa lain karena akan menghasilkan tenaga yang berbeda. Tekanan yang didapatkan bila glotis tertutup adalah 10 sampai 100% lebih besar daripada cara ekspirasi paksa yang lain. Di pihak lain, batuk juga dapat terjadi tanpa penutupan glotis.

Gambar 2. Fase Batuk
Kemudian, secara aktif glotis akan terbuka dan berlangsung lah fase ekspirasi. Udara akan keluar dan menggetarkan jaringan saluran napas serta udara yang ada sehingga menimbulkan suara batuk yang kita kenal. Arus udara ekspirasi yang maksimal akan tercapai dalam waktu 30-­50 detik setelah glotis terbuka, yang kemudian diikuti dengan arus yang menetap. Kecepatan udara yang dihasilkan dapat mencapai 16.000 sampai 24.000 cm per menit, dan pada fase ini dapat dijumpai pengurangan diameter trakea sampai 80%.

Hal-hal yang dapat merangsang terjadinya batuk adalah
•Rangsang inflamasi
 seperti edema mukosa dengan sekret trakeobronkial yang banyak,terdapatnya post nasal drip,refluks esofagus atau   trakeobronkitis
•Rangsang mekanik 
 seperti benda asing dalam saluran napas.(iritan)
•Rangsang psikogenik,
Misalnya pada keadaan ketakutan

Peran bronkus dalam terjadinya batuk
Kontraksi bronkus menyebabkan terjadinya:
a.berkurangnya udara inspirasi
b.bertambahnya resistensi

DEFENISI
Sesak nafas adalah Perasaan yang dirasakan oleh seseorang mengenai ketidaknyamanan atau kesulitan dalam bernapas.Dispnea dapat ditemukan pada penyakit kardiovaskular, emboli paru, penyakit paru interstisial atau alveolar, gangguan dinding dada, penyakit obstruktif paru (emfisema, bronkitis, asma), kecemasan (Price dan Wilson, 2006).
FISIOLOGI SESAK NAFAS
1.Kekurangan O2
A.penyebab kekurangan O2 dibagi atas
·  Tekanan oksigen inspirasi yang rendah misalnya pada tempat yang tinggi
·  Gangguan konduksi maupun difusi gas ke paru
o   Obstruksi jalan nafas
o   Berkurangnya alveoli ventilasi
o   Fungsi retriksi berkurang : pneumotoraks
o   Penekanan pada pusat respirasi
·  Gangguan pertukaran gas dan hiperventilasi
o   Gangguan neuromuskuler
o   Gangguan pada pusat respirasi
o   Gangguan pada medula spinalis
o   Gangguan pada saraf frenikus
o   Gangguan pada diafragma
o   Gangguan pada rongga dada
·  Gangguan obstruksi jalan nafas
a.       Obstruksi jalan nafas atas
b.      Obstruksi jalan nafas bawah
·  Gangguan parenkim paru
·  Gangguan yang berhubungan dengan sirkulasi O2 dalam darah
a.       Pada ARDS
ARDS adalah keadaan darurat medis yang dipicu oleh berbagai proses akut yang berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan kerusakan paru. (Aryanto Suwondo,2006). ARDS mengakibatkan terjadinya gangguan paru yang progresif dan tiba-tiba ditandaidengan sesak napas yang berat, hipoksemia dan infiltrat yang menyebar dikedua belah paru.
b.      Pada keadaan kurang darah
B. Kadar O2 dalam paru berkurang
·  HB berkurang
·  HB meninggi tapi mengikat CO2
·  Perubahan pada inti HB

C. Stagnasi dari aliran darah
·  Sentral , karena kelemahan jantung

2. Kelebihan Co2
Karena terdapat shunting pada COPD sehingga menyebabkan terjadinya aliran darah dari kanan ke kiri

3.Hiperaktivitas refleks Pernafasan
4.Emosi
5.Asidosis
6.Penambahan kecepatan metabolisme
Pada umumnya tidak menyebabkan dyspnoe kecuali terdapat penyakit penyerta seperti COPD atau payah jantung.


PATOFISIOLOGI  SESAK  NAFAS

1.Oksigenasi jaringan berkurang : Penyakit yang menyebabkan kecepatan  pengiriman
oksigen  ke jaringan berkurang seperti perdarahan

2.Kebutuhan oksigen meningkat  : Peningkatan kebutuhan oksigen secara tiba –  tiba akan 
memerlukan oksigen yang lebih banyak untuk proses   metabolisme

3.Kerja pernafasan meningkat : Otot pernafasan dipaksa bekerja  lebih kuat karena adanya
penyempitan saluran pernafasan Panyakit perenkim paru seperti pneumonia, sembab paru yang, menyebabkan elastisitas paru berkurang serta penyakit yang,menyebabkan penyempitan saluran napas 
seperti asma bronkial, bronkitis dan bronkiolitis dapat menyebabkan ventilasi paru menurun.Untuk mengimbangi keadaan ini dan supaya kebutuhan oksigen juga tetap dapat dipenuhi, otot pernapasan dipaksa bekerja lebih keras atau dengan Perkataan lain  kerja  pernapasan  ditingkatkan. Keadaan ini, menimbulkan  metabolisme bertambah dan akhirnya metabolit-metabolit yang berada di dalam aliran darah juga meningkat. Metabolit yang terdiri dari asam laktat dan asam piruvat ini akan merangsang susunan saraf pusat. Kebutuhan oksigen yang meningkat pada obesitas juga menyebabkan kerja pernapasan meningkat.

4.Rangsangan pada sistem syaraf pusat : Penyakit – penyakit yang menyerang  sistem
syaraf  pusat seperti pada meningitis

5.Penyakit neuromuskuler : Penyakit yang menyerang diafragma
Mekanisme yang menyebabkan terjadinya sesak napas karena penyakit neuromuskuler ini sampai sekarang belum jelas.

ETIOLOGI
Penyebab dari sesak nafas dapat dibagi menjadi 4 tipe:
1.Kardiak
Gagal jantung, penyakit arteri koroner, infark miokard, kardiomiopati, disfungsi katup,hipertrofi ventrikel kiri, hipertrofi asimetrik sputum, pertikarditis, aritmia
2.Pulmoner 
Penyakit Paru Obstruktif Kronis, Asma, Penyakit paru restriksi, Gangguan penyakit paru,herediter, pneumotoraks
3.Campuran kardiak dan pulmoner
PPOK dengan hipertensi, pulmoner, emboli paru kronik, trauma
4.Non kardiak dan non pulmoner
Kondisi metabolik, nyeri, gangguan neuromuskular, gangguan panik, hiperventilasi,psikogenik, gangguan asam basa, gangguan di saluran pencernaan (reflux, spasmeoesophagus, tukak peptic).

6.4. Anatomi,Histologi,dari Respirasi.
Jawab :
Respirasi adalah pertukaran oksigen dan karbondioksida antara udara dan sel-sel tubuh. Proses ini meliputi ventilasi(inspirasi dan ekspirasi), difusi oksigen dari alveolus paru ke darah dan karbondioksida dari darah ke alveolus paru, serta transpor oksigen ke sel tubuh dan oksigen dari sel tubuh.
Berdasarkan definisi di atas, maka respirasi dibagi menjadi:
Respirasi eksternal, yaitu keseluruhan rangkaian kejadian yang terlibat dalam pertukaran oksigen dan karbondioksida antara lingkungan eksternal dan sel tubuh.


Respirasi internal, yaitu proses metabolisme intrasel yang berlansung didalam mitokondria, yang menggunakan oksigen dan menghasilkan karbondioksida selama penyerapan energi dari molekul nutrien.
Respirasi eksternal yang mencakup pulmo, yang terletak di dalam rongga dada dan traktusnya yang dimulai dari hidung hingga bronkus.
HIDUNG (NASAL)
Nasal dibentuk oleh os nasal, processus frontalis maxillae, bagian nasal os frontalis, cartilago septi nasi, cartilago nasi lateralis dan cartilago nasi ala nasi major dan minor. Otot hidung tersusun dari M. Nasalis dan M. Depresor septi nasi. Perdarahan hidung bagian luar disuplai oleh cabang-cabang A. Facialis, A. Dorsalis nasi(cabang A. Ophtalmica) dan A. Infraorbitalis(cabang A. Maxilaris interna). Pembuluh baliknya menuju V. Facialis dan V. Ophtalmica. Persarafan otot-otot hidung oleh N. Facialis; kulit pada sisi medial punggung hidung sampai ujung hidung oleh cabang infratrochlearis dan nasalis eksternus N. Ophtalmicus; kulit pada sisi lateral di[persarafi oleh cabang infraorbitalis N. Maxilaris.
Hidung terdiri dari:
-          Nares Nasi, adalah 2 pintu masuk yang ada pada bagian inferior hidung bagian luar.
-          Alae Nasi, biasa disebut cuping hidung/sayap hidung.
-          Septum Nasi, adalah sekat pemisah antara rongga hidung kiri dan kanan, dan kedua rongga ini akan berkesinambungan di posterior dengan nasopharinx melalui choana(apertura nasi posterior). Tersusun atas lamina perpendicularis ossis ethmoidale, os vomer, cartilago septi nasi.
-          Vestibulum Nasiberada di belakang nares anterior, terdapat vibrissae, kelenjar keringat dan kelenjar sebasea. Tersusun dari epitel berlapis gepeng. Pada bagian superior dorsal dibatasi limen nasi.
-          Concha Nasalisberada pada dinding lateral cavum nasi.Terbagi menjadi 3 bagian yang diselingi oleh meatus nasi.
-          Concha Nasalis Superior, terdiri dari epitel olfaktorius yang terdiri dari 4 macam sel yaitu sel olfaktorius, sel penyokong/sustentakuler, sel basal, dan sel sikat.
-          Concha Nasalis Media, dilapisi oleh epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet.
-          Concha Nasalis Inferior, dilapisi oleh epitel yang sama dengan Concha Nasalis media, namun pada lapisan epitelnya terdapat plexus venosus/sweel bodies yang berdinding tipis sehingga mudah berdarah.
-          Meatus Nasi Superior, terdapat muara sinus ethmoidalis posterior.
-          Meatus Nasi Media, ke arah anterior berkesinambungan dengan atrium meatus nasi medius, pada bagian cranialnya terdapat agger nasi. Pada sisi lateral terdapat bulla ethmoidalis yang dibagian bawahnya terdapat hiatus semilunaris. Pada bagian inferiornya terdapat prosesus uncinatus ethmoidalis, dan kearah anterosuperior menjadi infundibulum ethmoidale(muara sinus etmoidale anterior)
-          Meatus Nasi Inferior, berisi muara ductus nasolacrimalis.

-          Regio Penghidu
Tersusun dari sel olfaktorius. Berada disebelah cranial; dimulai dari atap rongga hidung, meluas ke setinggi concha nasalis superior dan bagian septum nasi yang ada dihadapan concha tersebut
-          Regio pernafasan
Tersusun dari epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet, terdapat juga glandula nasalis dan noduli limfatisi. Lamina propria bersatu dengan periosteum/perikondrium membentuk membrana Schneider.
Dimulai dari cavum nasi hingga ke nasopharynx.

-          Sinus Paranasalis
Tersusun atas epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet. Lamian propria melekat pada peritoneum.
Terdiri dari 4 sinus dengan letak yang berbeda, yaitu sinus maxilaris, sinus ethmoidale, sinus sphenoidale, sinus frontalis.
PHARYNX
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring terdiri dari nasopharynx, oropharynx, dan laryngopharynx.
-          Nasopharynx, terdiri dari epitel bertingkat bersilia bersel goblet, pada bagian posteriornya terdapat tonsilla pharyngea, juga terdapat osteum pharyngeum tuba auditiva, tonsilla tuba.
-          Oropharynx, tersusun dari epitel berlapis gepeng, yang bila dilanjutkan ke superior menjadi epitel mulut, ke inferoir menjadi epitel oesophagus.
-          Laryngopharynx, Tersusun dari berbagai jenis epitel, sebagian besar dari epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk.
Pada bagian belakang pharynx terdapat larynx tempat terletaknya pita suara (plica vocalis). Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara.
Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran pernapasan karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara tidak terjadi bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan.
LARYNX
Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula tyroidea, dan beberapa otot kecila, dan didepan laringofaring dan bagian atas oesophagus.
Laring merupakan struktur yang lengkap terdiri atas:
1.      cartilago yang berjumlah 9. Cartilago thyroidea, cartilago cricoidea, 2 cartilago arytenoidea tersusun dari tulang rawan hialin. Tulang rawan epiglotis, T.R. cuneiforme, T.R. corniculatum dan ujung cartlago arytenoidea tersusun dari tulang rawan elastin.
-          Epiglotis
Cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas dibelakang dasar lidah. Epiglottis ini melekat pada bagian belakang V cartilago thyroideum.
Plica aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian samping epiglottis menuju cartilago arytenoidea, membentuk batas jalan masuk laring.Tersusun dari tulang rawan hialin. Memiliki kelenjar campur dan jaringan limfoid.
Mempunyai dua permukaan yaitu pars ligual pada bagian anterior yang tersusun dari epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk, dan pars laryngeal yang tersusun dari epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet.
-          Cartilago cricoidea
Cartilago berbentuk cincin signet dengan bagian yang besar dibelakang. Terletak dibawah cartilago tyroidea, dihubungkan dengan cartilago tersebut oleh membrane cricotyroidea. Cornu inferior cartilago thyroidea berartikulasi dengan cartilago tyroidea pada setiap sisi. Membrana cricottracheale menghubungkan batas bawahnya dengan cincin trachea I.
-          Cartilago arytenoidea
Dua cartilago kecil berbentuk piramid yang terletak pada basis cartilago cricoidea. Plica vokalis pada tiap sisi melekat dibagian posterio sudut piramid yang menonjol kedepan.

2.      Membarana yaitu menghubungkan cartilago satu sama lain dan dengan os. Hyoideum, membrana mukosa, plika vokalis, dan otot yang bekerja pada plica vokalis.
- M. Intrinsik larynx menghubungkan cartilago dengan daerah disekelilingnya, berperan untuk proses menelan.
- M. ekstrinsik larynx, menghubungkan tulang tulang rawan, berperan untuk fonasi.
- Plica Vocalis
Plica vocalis adalah dua lembar membrana mukosa tipis yang terletak di atas ligamenturn vocale, dua pita fibrosa yang teregang di antara bagian dalam cartilago thyroidea di bagian depan dan cartilago arytenoidea di bagian belakang. Ersusun atas epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Membrana mukosa tepat di atas plica vocalis sejati. Bagian ini tidak terlibat dalam produksi suara. Selama respirasi tenang, plica vocalis ditahan agak berjauhan sehingga udara dapat keluar-masuk. Selama respirasi kuat, plica vocalis terpisah lebar. Di antara 2 lipatan plica vocalis ini terdapat rima vocalis atau rima glotidis.
-          Plica Ventrikularis
Disebut juga pita suara palsu. Tersusun atas epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet, diantara dua lipatannnya terdapat rima vestibuli. Rima vestibuli dan rima vocalis membentuk glotis yang meluas ke lateral menjadi sinus/ventrikulus larynx Morgagni.
-          Otot
Otot-otot kecil yang melekat pada cartilago arytenoidea, cricoidea, dan thyroidea, yang dengan kontraksi dan relaksasi dapat mendekatkan dan memisahkan plica vocalis. Otot-otot tersebut diinervasi oleh nervus cranialis X (vagus).
Fonasi
Suara dihasilkan olch vibrasi plica vocalis selama ekspirasi. Suara yang dihasilkan dimodifikasi oleh gerakan palatum molle, pipi, lidah, dan bibir, dan resonansi tertentu oleh sinus udara.
Laring dapat tersumbat oleh:
(a) benda asing, misalnya gumpalan makanan, mainan kecil
(b) pembengkakan membrana mukosa, misalnya setelah mengisap uap atau pada reaksi alergi
(c) infeksi, misalnya difteri
(d) tumor, misalnya kanker pita suara.
TRACHEA
Adalah tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar 2,5 cm. trachea berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher dan dibelakang manubrium sterni, berakhir setinggi angulus sternalis (taut manubrium dengan corpus sterni) atau sampai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 – 20 lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.
Trachea dibagi menjadi pars cartilagenia dan pars membranasea. Pada bagian posterior banyak kelenjar sepanjang lapisan muskular, yang dipersarafi N. Laryngeus recurens.
Trachea terdiri dari beberapa lapisan, yaitu:
Mukosa Trachea, tersusun dari epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet.
Tunika Submukosa, tersusun dari jaringan ikat jarang, lemak, terdapat glandula trachealis pada bagian posterior.
Tunika Adventisia, mempunyai kelenjar campur dan merupakan jaringan fibroelastis yang berhubungan dengan luar pars cartilagenia.
BRONCHUS
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru. Bronckus kanan lebih pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan kernudian menjadi bronchus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchiolus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau kadang disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.
PULMO
Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan. Paru-paru memilki :
1.      Apeks, Apeks paru meluas kedalam leher sekitar 2,5 cm diatas calvicula
2.      permukaan costo vertebra, menempel pada bagian dalam dinding dada
3.      permukaan mediastinal, menempel pada perikardium dan jantung.
4.      dan basis. Terletak pada diafragma
Paru-paru juga dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikasi. Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa stiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas.
Paru dipersarafi oleh plexus pulmonalis. Paru, bronchi, pleura visceralis diperdarahi oleh Aa. Bronchiales cabang dari aorta descendens. Alveoli menerima darah teroksigenasi dari cabang-cabang terminal Aa.pulmonalis dan darah yang teroksigenasi meninggalkan kapiler alveoli masuk ke Vv. Pulmonales bermuara di atrium sinistra cor.

http://sikkabola.files.wordpress.com/2012/08/082812_0613_anatomihist2.jpg?w=529





DINDING TORAX
Terancang segmental terdiri dari:
Bagian dorsal, terdiri atas deretan vertika 12 buah vertebra thoracal dan diskus intervertebrale.
Pada bagian lateral dibentuk dan dibatasi oleh 12 buah iga dan tiga lapis otot tipis yang membentang pada sela iga yang berdekatan.
Pada anterior, dibatasi oleh sternum. Manubrium dan corpus sterni membentuk angulus sterni.
Apertura thoracis superior dibentuk oleh corpus vertebra T1 di posterior dan tepi medial iga 1 pada m,asing-masing sisi dan manubrium sterni di anterior.
Apertura thoracis inferior dibentuk corpus vertebra T12 di posterior dan tulang iga 12 dan ujung distal tulang iga 11di posterolateral; ujung-ujung distal cartilago costae 7-10 di anterolateral; dan processus xiphoideus di anterior.
Pada sela tiap iga terisi otot-otot, vena, arteridan saraf intercostales. Terdapat jaringan penyambung fascia endothoracica, fascia profunda, fascia superfisialis.
Otot-otot pada dinding thorax antara lain m.pectoralis major dan minor, m. Subclavius, m. Seratus anterior, m. Latissimus dorsi, mm.intercostalis internus dan externus, m. Tranversus thoracis, mm.subcostalis

6.5. Menjelaskan Refleksi Batuk..
Jawab :
Mekanisme terjadinya batuk melalui 4 tahapan :
a. Fase iritasi
Iritasi dari salah satu saraf sensoris nervus vagus di laring, trakea, bronkus besar, atau serat afferen cabang faring dari nervus glosofaringeus dapat menimbulkan batuk. Batuk juga timbul bila reseptor batuk di lapisan faring dan esofagus, rongga pleura dan saluran telinga luar dirangsang.
b. Tahap inspirasi
Pada fase inspirasi glotis...
secara refleks terbuka lebar akibat kontraksi otot abduktor kartilago aritenoidea. Inspirasi terjadi secara dalam dan cepat, sehingga udara dengan cepat dan dalam jumlah banyak masuk ke dalam paru. Hal ini disertai terfiksirnya iga bawah akibat kontraksi otot toraks, perut dan diafragma, sehingga dimensi lateral dada membesar mengakibatkan peningkatan volume paru. Masuknya udara ke dalam paru dengan jumlah banyak memberikan keuntungan yaitu akan memperkuat fase ekspirasi sehingga lebih cepat dan kuat serta memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga menghasilkan mekanisme pembersihan yang potensial.
c. Tahap kompresi
Fase ini dimulai dengan tertutupnya glotis akibat kontraksi otot adduktor kartilago aritenoidea, glotis tertutup (selama 0,2 detik),otot-otot interkostal dan abdominal berkontraksi hingga tekanan rongga dada menjadi tinggi sekali. Pada fase ini tekanan intratoraks meninggi sampai 300 cmH2O agar terjadi batuk yang efektif. Tekanan pleura tetap meninggi selama 0,5 detik setelah glotis terbuka . Batuk dapat terjadi tanpa penutupan glotis karena otot-otot ekspirasi mampu meningkatkan tekanan intratoraks walaupun glotis tetap terbuka.
d. Tahap ekspirasi
Pada fase terakhir ini glottis membuka secara tiba-tiba sehingga terjadi pengeluaran udara dalam jumlah besar dan berkecepatan tinggi, disertai pengeluaran benda asing atau lendir dari saluran nafas. Keadaan ini menyebabkan tekanan intrapulmoner turun. Menurunnya tekanan intrapulmoner menyebabkan turunnya tekanan intraabdomen yang tinggi akibat kontraksi kontraksi otot-otot abdomen. Keadaan ini menyebabkan diafragma akan menaik secara tajam. Naiknya diafragma akan menimbulkan pengeluaran udara yang kuat dari paru. Aliran udara ini akan mendorong benda asing di saluran nafas ke dalam mulut sehingga bisa dikeluarkan. Arus udara ekspirasi yang maksimal akan tercapai dalam waktu 30¬50 detik setelah glotis terbuka, yang kemudian diikuti dengan arus yang menetap. Kecepatan udara yang dihasilkan dapat mencapai 16.000 sampai 24.000 cm per menit, dan pada fase ini dapat dijumpai pengurangan diameter trakea sampai 80%. Bunyi batuk terutama disebabkan oleh getaran pita suara dan kadang-kadang oleh getaran secret.

     6.6. Gambaran dari darah normal..
Jawab :
HASIL TES LAB NORMAL Unduh versi PDF
Latar Belakang
Agar dapat memantau keadaan kesehatan kita, perlu dilakukan tes laboratorium secara berkala – untuk informasi lebih lanjut mengenai jenis tes ini, lihat Lembaran Informasi 121 Hitung Darah Lengkap, LI 122 Tes Kimia Darah, dan LI 123 Gula & Lemak Darah.
CATATAN PENTING:
Setiap laboratorium menentukan nilai ‘normal’, yang ditunjukkan pada kolom ‘Nilai Rujukan’ atau ‘Nilai Normal’ pada laporan laboratorium. Nilai ini tergantung pada alat yang dipakai dan cara pemakaiannya. Tidak ada standar nilai rujukan; angka ini diambil terutama dari laboratorium RSPI-SS, Jakarta; nilai laboratorium lain dapat berbeda. Jadi angka pada laporan kita harus dibandingkan dengan nilai rujukan pada laporan, bukan dengan nilai rujukan pada lembaran ini. Bahaslah hasil yang tidak normal dengan dokter.
Tubuh manusia tidak seperti mesin, dengan unsur yang dapat diukur secara persis dengan hasil yang selalu sama. Hasil laboratorium kita dapat berubah-ubah tergantung pada berbagai faktor, termasuk: jam berapa contoh darah atau cairan lain diambil; infeksi aktif; tahap infeksi HIV; dan makanan (untuk tes tertentu, contoh cairan harus diambil dengan perut kosong – tidak ada yang dimakan selama beberapa jam). Kehamilan juga dapat mempengaruhi beberapa nilai. Oleh karena faktor ini, hasil lab yang di luar normal mungkin tidak menjadi masalah.
Pada tabel ini, bila ada perbedaan tergantung pada jenis kelamin, angka ditunjukkan sebagai ‘P’ untuk perempuan dan ‘L’ untuk laki-laki.
Darah
Ukuran Satuan Nilai Rujukan
Eritrosit (sel darah merah) juta/µl 4,0 – 5,0 (P)
4,5 – 5,5 (L)
Hemoglobin (Hb) g/dL 12,0 – 14,0 (P)
13,0 – 16,0 (L)
Hematokrit % 40 – 50 (P)
45 – 55 (L)
Hitung Jenis
Basofil % 0,0 – 1,0
Eosinofil % 1,0 – 3,0
Batang1 % 2,0 – 6,0
Segmen1 % 50,0 – 70,0
Limfosit % 20,0 – 40,0
Monosit % 2,0 – 8,0
Laju endap darah (LED) mm/jam < 15 (P)
< 10 (L)
Leukosit (sel darah putih) 103/µl 5,0 – 10,0
MCH/HER pg 27 – 31
MCHC/KHER g/dL 32 – 36
MCV/VER fl 80 – 96
Trombosit 103/µl 150 – 400
Catatan:
1. Batang dan segmen adalah jenis neutrofil. Kadang kala dilaporkan persentase neutrofil saja, dengan nilai rujukan 50,0–75,0 persen
Fungsi Hati (LFT)
Ukuran Satuan Nilai Rujukan
ALT (SGPT) U/L < 23 (P)
< 30 (L)
AST (SGOT) U/L < 21 (P)
< 25 (L)
Alkalin fosfatase U/L 15 – 69
GGT (Gamma GT) U/L 5 – 38
Bilirubin total mg/dL 0,25 – 1,0
Bilirubin langsung mg/dL 0,0 – 0,25
Protein total g/L 61 – 82
Albumin g/L 37 – 52
Fungsi Ginjal
Ukuran Satuan Nilai Rujukan
Kreatinin U/L 60 – 150 (P)
70 – 160 (L)
Urea mg/dL 8 – 25
Natrium mmol/L 135 – 145
Klorid mmol/L 94 – 111
Kalium mmol/L 3,5 – 5,0
Profil Lipid
Ukuran Satuan Nilai Rujukan
Kolesterol total mg/dL 150 – 200
HDL mg/dL 45 – 65 (P)
35 – 55 (L)
Trigliserid mg/dL 120 – 190
Lain
Ukuran Satuan Nilai Rujukan
Glukosa (darah, puasa) mg/dL 70 – 100
Amilase U/L 30 – 130
Asam Urat mg/dL 2,4 – 5,7 (P)
3,4 – 7,0 (W)

     6.7. Gambaran dari Foto toraks..
     Jawab :
GAMBAR DARI FOTO THORAX
A.                      Foto thorax normal                                                      B.  TB Paru ( Cavitas)


Kelainan radiologi TB paru
Gambaran TB aktif :
             Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak berawan atau nodular.
            Bercak milier
·         Efusi ambaran TB inaktif :
          Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas
          Kalsifikasi atau fibrotik
          Fibrothorak dan atau penebalan pleura/Schwarte

B.Efusi Pleura                                                                C. Pneumothorax



Efusi pleura  : perselubungan di paru kiri bawah sampai setinggi iga IV kiri depan dengan pendorongan jantung ke kanan .
Pada pemeriksaan foto toraks rutin tegak , cairan pleura tampak berupa perselubungan homogen menutupi struktur paru bawah yang biasanya relative radiopak dengan permukaan atas cekung , berjalan dari lateral kearah atas  medial bawah . Karena cairan mengisi ruang hemithorax sehingga jaringan paru akan terdorong ke arah sentral / hilus, dan kadang – kadang mendorong mediastinum kearah kontralateral.
                                
Pneumothorax

Radiologis :
Foto thorax :
o  Bagian pneumothorax tampak hitam yang merata dan bagian lain paru yang kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi dari paru.
o  Ada Besarnya kolaps paru tidak tentu ada hubungan dengan beratnya sesak .
o  Adanya pneumothorax perlu diperhatikan , ada kemungkinan terdapat juga :
-          Pneumomediastinum : terdapat ruang hitam meliputi tepi jantung terus keatas
-          Emfisema subkutan : dapat dilihat adanya rongga-rongga hitam dibawah kulit
-          Permukaan cairan tampak sebagai garis mendatar di atas diafragma.

D.     Abses Paru



Abses paru : peradangan di jaringan paru menimbulkan nekrosis dengan pengumpulan nanah. Pada foto PA dan lateral abses paru biasanya ditemukan satu kavitas, tetapi dapat pula ditemukan permukaan udara dan cairan didalamnya .





E.      Bronkiektasis                                                         F. Pneumonia


Bronkiektasis : Suatu keadaan bronkus atau bronkiolus yang melebar akibat hilangnya sifat elastisitas dinding otot bronkus yang dapat disebabkan oleh obstruksi dan peradangan yang kronis, atau dapat pula disebabkan oleh kelainan congenital yang dikenal sebagai sindrom kartagener, yaitu suatu sindrom yang terdiri atas bronkiektasis , sinusitis , destrokardia.
Pemeriksaan foto toraks polos tampak gambaran berupa bronkovaskuler yang kasar yang umumnya terdapat dilapangan bawah paru , atau gambaran garis-garis translusen yang panjang menuju ke hilus dengan bayangan konsolidasi sekitarnya akibat peradangan sekunder, kadang-kadang juga bisa berupa bulatan-bulatan translusen yang sering dikenal sebagai gambaran sarang tawon .


Pneumonia : khas dimana terdapat konsolidasi pada lobus , lobules atau segmen dari satu atau lebih lobus paru .

G.     Tumor mediastinum                                                       H.  Small cell carcinoma

                                  
Tumor mediastinum : suatu bayangan bulat / lonjong di daerah mediastimun atau suatu pelebaran bayangan mediastinum dengan batas yang tegas , tanpa disertai kelainan pada parenkim paru .




I.       Adenocarcinoma
                    

Tumor ganas Paru : Small cell carcinoma Dan Adenocarcinoma
          Karsinoma paru dekat hilus (perihiler)dini
Seperti foto polos biasa
Bayangan seperti pnemonia
Atelektasis
Gambaran tumor (tanpa pembesaran kelenjar limfe)

          Karsinoma paru perifer dini
        Ukuran < 2 cm
        Lesi terbatas didalam pleura viseralis
        Tidak ada metastasis ke kelenjar
        Bila > 2 cm à merupakan takik (notch), spikula atau indentasi pleura

6.8. Definisi,Etiologi,Klasifikasi,Gejala,Pemeriksaan Fisik,Pemeriksaan LAB,dan
           Radiologi,Penanganan,Medica Mentosa,Komplikasi,Pencegahan,Prognosis
           Dari Bronko-Pneumonia..
Jawab :

BRONKOPNEUMMONIA
Definisi
Pneumonia adalah infeksi saluran akut bagian bawah yang mengenai parenkim
paru. Menurut anatomis pneumonia pada anak dibedakan menjadi pneumonia lobaris,pneumonia interstisialis, dan bronkopneumonia.
Bronkopneumonia sebagai penyakit yang menimbulkan gangguan pada sistem
pernafasan, merupakan salah satu bentuk pneumonia yang terletak pada alveoli paru. Bronkopneumonia lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini
dikarenakan respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik. Tercatat bakteri sebagai penyebab tersering bronkopneumonia pada bayi dan anak adalah Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae.
Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan yang mencolok walaupun ada
berbagai kemajuan dalam bidang antibiotik. Hal di atas disebabkan oleh munculnya
organisme nosokomial (didapat dari rumah sakit) yang resisten terhadap antibiotik.
Adanya organisme-organisme baru dan penyakit seperti AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) yang semakin memperluas spektrum dan derajat
kemungkinan terjadinya bronkopneumonia ini. Pneumonia hingga saat ini masih
tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di Negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia dibawah lima tahun(balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia, lebih kurang dua juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survey kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% angka kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratori, terutama pneumonia.
Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana proses peradangannya
ini menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan
dapat pula melibatkan bronkiolus terminal.
Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.
   Gambar Bronkopneumonia

ETIOLOGI
Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus merupakan
tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan. Patogen penyebab pneumonia pada anak bervariasi tergantung :
a. Usia
b. Status imunologis
c. Status lingkungan
d. Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara)
e. Status imunisasi
f. Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi).
Usia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan kekhasan
pneumonia anak, terutama dalam spectrum etiologi, gambaran klinis dan strategi
pengobatan. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif seperti E.colli, pseudomonas sp, atau Klebsiella sp.Pada bayi yang lebih besar dan balita pneumoni sering disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S. aureus, sedangkan pada anak yanglebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae. Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan usia yang bersumber dari data di Negaramaju dapat dilihat di tabel 1.
Tabel 1. Etiologi Pneumonia
Usia
Etiologi yang sering
Etiologi yang jarang
Lahir - 20 hari

Bakteri
E.colli
Streptococcus grup B
Listeria monocytogenes

Bakteri
Bakteri anaerob
Streptococcus grup D
Haemophillus influenza
Streptococcus pneumonie
Virus
CMV
HMV
3 miggu – 3 bulan
Bakteri
Clamydia trachomatis
Streptococcus pneumonia
Virus
Adenovirus
Influenza
Parainfluenza 1,2,3
Bakteri
Bordetella pertusis
Haemophillus influenza
tipe B
Moraxella catharalis
Staphylococcus aureus
Virus
CMV

4 bulan – 5 tahun
Bakteri
Clamydia pneumoniae
Mycoplasma pneumonia
Streptococcus pneumonia
Virus
Adenovirus
Rinovirus
Influenza
Parainfluenza
Bakteri
Haemophillus influenza
tipe B
Moraxella catharalis
Staphylococcus aureus
Neisseria meningitides
Virus
Varisela Zoster
5 tahun –
remaja
Bakteri
Bakteri Bakteri
Clamydia pneumoniae
Mycoplasma pneumonia
Streptococcus pneumonia

Bakteri
Haemophillus influenza
Legionella sp
Staphylococcus aureus
Virus
Adenovirus
Epstein-Barr
Rinovirus
Varisela zoster
Influenza
Parainfluenza


KLASIFIKASI
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan
pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah
membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan.
a. Berdasarkan lokasi lesi di paru
Pneumonia lobaris
Pneumonia lobularis (bronkopneumoni)
Pneumonia interstitialis
b. Berdasarkan asal infeksi
Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired pneumonia = CAP)
Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia)
c. Berdasarkan mikroorganisme penyebab
Pneumonia bakteri
Pneumonia virus
Pneumonia mikoplasma
Pneumonia jamur
d. Berdasarkan karakteristik penyakit
Pneumonia tipikal
Pneumonia atipikal
e. Berdasarkan lama penyakit
Pneumonia akut
Pneumonia persisten
Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Lingkungan dan Pejamu
Tabel 2. Klasifikasi Berdasarkan Lingkungan dan Penjamu
Tipe Klinis
Epidemiologi
Pneumonia Komunitas
Sporadis atau endemic; muda atau orang
tua
Pneumonia Nosokomial
Didahului perawatan di RS
Pneumonia Rekurens
Terdapat dasar penyakt paru kronik
Pneumonia Aspirasi Alkoholik
 usia tua
Pneumonia pada gangguan imun
Pada pasien transplantasi, onkologi, AIDS

PATOGENESIS
Istilah pneumonia mencakup setiap keadaan radang paru dimana beberapa
atau seluruh alveoli terisi dengan cairan dan sel-sel darah. Jenis pneumonia yang umum adalah pneumonia bakterialis yang paling sering disebabkan oleh pneumokokus.
Penyakit ini dimulai dengan infeksi dalam alveoli, membran paru mengalami
peradangan dan berlubang-lubang sehingga cairan dan bahkan sel darah merah dan sel darah putih keluar dari darah masuk kedalam alveoli. Dengan demikian, alveoli yang terinfeksi secara progresif menjadi terisi dengan cairan dan sel-sel, dan infeksi disebarkan oleh perpindahan bakteri dari alveolus ke alveolus.
Pada keadaan normal, saluran respiratorik mulai dari area sublaring sampai
parenkim paru adalah steril. Saluran napas bawah ini dijaga tetap steril oleh mekanisme pertahanan bersihan mukosiliar, sekresi imunoglobulin A, dan batuk. Mekanisme pertahanan imunologik yang membatasi invasi mikroorganisme patogen adalah makrofag yang terdapat di alveolus dan bronkiolus, IgA sekretori, dan imunoglobulin lain. Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah.
Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di
alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal.
Pneumonia viral biasanya berasal dari penyebaran infeksi di sepanjang jalan
napas atas yang diikuti oleh kerusakan epitel respiratorius, menyebabkan obstruksi jalan napas akibat bengkak, sekresi abnormal, dan debris seluler. Diameter jalan napas yang kecil pada bayi menyebabkan bayi rentan terhadap infeksi berat. Atelektasis, edema interstisial, dan ventilation-perfusion mismatch menyebabkan hipoksemia yang sering disertai obstruksi jalan napas. Infeksi viral pada traktus respiratorius juga dapat meningkatkan risiko terhadap infeksi bakteri sekunder dengan mengganggu mekanisme pertahanan normal pejamu, mengubah sekresi normal, dan memodifikasi flora bakterial.
Ketika infeksi bakteri terjadi pada parenkim paru, proses patologik bervariasi
tergantung organisme yang menginvasi. M. pneumoniae menempel pada epitel
respiratorius, menghambat kerja silier, dan menyebabkan destruksi seluler dan memicu respons inflamasi di submukosa. Ketika infeksi berlanjut, debris seluler yang terlepas, sel-sel inflamasi, dan mukus menyebabkan obstruksi jalan napas, dengan penyebaran infeksi terjadi di sepanjang cabang-cabang bronkial, seperti pada pneumonia viral. S.pneumoniae menyebabkan edema lokal yang membantu proliferasi mikroorganisme dan penyebarannya ke bagian paru lain, biasanya menghasilkan karakteristik sebagai bercak-bercak konsolidasi merata di seluruh lapangan paru.
Infeksi streptokokus grup A pada saluran napas bawah menyebabkan infeksi
yang lebih difus dengan pneumonia interstisial. Pneumonia lobar tidak lazim. Lesi
terdiri atas nekrosis mukosa trakeobronkial dengan pembentukan ulkus yang compangcamping dan sejumlah besar eksudat, edema, dan perdarahan terlokalisasi. Proses ini dapat meluas ke sekat interalveolar dan melibatkan fasa limfatika. Pneumonia yang disebabkan S.aureus adalah berat dan infeksi dengan cepat menjelek yang disertai dengan morbiditas yang lama dan mortalitas yang tinggi, kecuali bila diobati lebih awal. Stafilokokus menyebabkan penggabungan bronkopneumoni yang sering unilateral atau lebih mencolok pada satu sisi ditandai adanya daerah nekrosis perdarahan yang luas dan kaverna tidak teratur.




Gambar 5. Gambaran Alveoli pada Pneumonia



II.6 GEJALA KLINIS
Riwayat klasik dingin menggigil yang disertai dengan demam tinggi, batuk dan
nyeri dada. Anak sangat gelisah, dispnu, pernapasan cepat dan dangkal disertai
pernapasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang-kadang
disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, mungkin terdapat batuk setelah beberapa hari mula-mula kering kemudian menjadi produktif. Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik, tetapi dengan adanya nafas cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar mulut dan hidung baru dipikirkan kemungkinan pneumonia. Penyakit ini sering ditemukan bersamaan dengan konjungtivitis, otitis media, faringitis, dan laringitis. Anak besar dengan pneumonia lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk dengan nyeri dada.

PEMERIKSAAN FISIK
Dalam pemeriksaan fisik ditemukan hal-hal sebagai berikut :
Suhu tubuh ≥ 38,5o C
Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.
  • Takipneu berdasarkan WHO:

Usia < 2 bulan ≥ 60 x/menit
Usia 2-12 bulan ≥ 50 x/menit
Usia 1-5 tahun ≥ 40 x/menit
Usia 6-12 tahun ≥ 28 x/menit
  • Pada palpasi ditemukan fremitus vokal menurun.
  • Pada perkusi lapangan paru redup pada daerah paru yang terkena.
  • Pada auskultasi dapat terdengar suara pernafasan menurun. Fine crackles

(ronki basah halus) yang khas pada anak besar bisa tidak ditemukan pada bayi.
Dan kadang terdengar juga suara bronkial.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Pada pneumonia virus dan mikoplasma umumnya leukosit dalam batas normal.
Pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000 –
40.000/mm3 dengan predominan PMN. Kadang-kadang terdapat anemia ringan dan laju endap darah (LED) yang meningkat. Secara umum, hasil pemeriksaan darah perifer lengkap dan LED tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan bakteri secara pasti.
2. C-Reactive Protein (CRP)
Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara
faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi bakteri superfisialis daripada infeksi bakteri profunda. CRP kadang digunakan untuk evaluasi respons terhadap terapi antibiotik.
Pemeriksaan CRP dan prokalsitonin juga dapat menunjang pemeriksaan
radiologi untuk mengetahui spesifikasi pneumonia karena pneumokokus dengan nilai CRP ≥ 120 mg/l dan prokalsitonin ≥ 5 ng/ml.
3. Pemeriksaan Mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin
dilakukan kecuali pada pneumonia berat,dan jarang didapatkan hasil yang positif.
Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring tidak memiliki nilai yang berarti. Diagnosis dikatakan definitif bila kuman ditemukan dari darah, cairan pleura, atau aspirasi paru.
4. Pemeriksaan serologis
Uji serologik untuk medeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik
mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang rendah. Akan tetapi, diagnosis infeksi
Streptokokus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibodi seperti
antistreptolisin O, streptozim, atau antiDnase B. Uji serologik IgM dan IgG antara fase akut dan konvalesen pada anak dengan infeksi pneumonia oleh Chlamydia pneumonia dan Mycoplasma pneumonia memiliki hasil yang memuaskan tetapi tidak bermakna pada keadaan pneumonia berat yang memerlukan penanganan yang cepat.
5. Pemeriksaan Roentgenografi
Foto rontgen toraks proyeksi posterior-anterior merupakan dasar diagnosis
utama pneumonia. Tetapi tidak rutin dilakukan pada pneumonia ringan, hanya
direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat dan timbul gejala klinis berupa takipneu, batuk, ronki, dan peningkatan suara pernafasan. Kelainan foto rontgen toraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia hanyala pemeriksaan posisi AP. Lynch dkk mendapatkan bahwa tambahan posisi lateral pada foto rontgen toraks tidak meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas penegakkan diagnosis.
Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:
  • Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan

bronkovaskular, peribronchial cuffing dan overaeriation. Bila berat terjadi
pachy consolidation karena atelektasis.
  • Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.

Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris atau
terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas dan menyerupai lesi tumor paru disebut sebagai roundpneumonia
  • Bronkopneumoni ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua

paru berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer
paru disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.
Foto rontgen tidak dapat menentukan jenis infeksi bakteri, atipik, atau virus.
Tetapi gambaran foto rontgen toraks dapat membantu mengarahkan kecenderungan
etiologi. Penebalan peribronkial, infiltrat interstitial merata dan hiperinflasi cenderung
terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa konsolidasi segmen atau lobar, bronkopneumoni dan air bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh bakteri.

DIAGNOSIS
Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan/atau serologis
merupakan dasar terapi yang optimal. Akan tetapi, penemuan bakteri penyebab tidak selalu mudah karena memerlukan laboratorium penunjang yang memadai. Tidak ada gejala distress pernafasan, takipneu, batuk, ronki, dan peningkatan suara pernafasan dapat menyingkirkan dugaan pneumonia. Terdapatnya retraksi epigastrik, interkostal, dan suprasternal merupakan indikasi tingkat keparahan. Pada bronkopneumoni, bercakbercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai. Pada bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun. Tingginya angka morbiditas dan mortalitas pneumonia pada balita, upaya
penanggulangannya WHO mengembangkan pedoman diagnosis dan tatalaksana yang sederhana. Tujuannya ialah menyederhanakan kriteria diagnosis berdasarkan gejala klinis yang dapat dideteksi, menetapkan klasifikasi penyakit, dan menentukan
penatalaksanaan. Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan-5 tahun adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, mengi, demam, atau menggigil.
Klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman tersebut.
Bayi dan anak berusia 2 bulan – 5 tahun :
Pneumonia berat
- Frekuensi pernafasan pada anak umur 2-12 bulan ≥ 50 x/menit, Usia 1-5
tahun ≥ 40 x/menit
- Adanya retraksi
- Sianosis
- Anak tidak mau minum
- Tingkat kesadaran yang menurun dan merintih (pada bayi)
- Anak harus dirawat dan di terapi dengan antibiotik
Pneumonia
- Frekuensi pernafasan pada anak umur 2-12 bulan ≥ 50 x/menit, Usia 1-5
tahun ≥ 40 x/menit
- Adanya retraksi
- Anak perlu di rawat dan berikan terapi antibiotik

Pada bayi berusia dibawah 2 bulan, perjalanan penyakit lebih bervariasi.
Klasifikasi pneumonia pada kelompok usia ini adalah sebagai berikut :
Pneumonia
- Bila ada nafas cepat ≥ 60 x/menit atau sesak nafas
- Harus dirawat dan diberikan antibiotik
Bukan pneumonia
- Tidak ada nafas cepat atau sesak nafas
- Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatik

PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan antibiotika
Pemberian antibiotika berdasarkan derajat penyakit
Pneumonia ringan
- Amoksisilin 25 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis sehari selama 3 hari.
Diwilayah resistensi penisilin yang tinggi dosis dapat dinaikan sampai 80-90
mg/kgBB.
- Kotrimoksazol (trimetoprim 4 mg/kgBB – sulfametoksazol 20
mg/kgBB) dibagi dalam 2 dosis sehari selama 5 hari
Pneumonia berat
- Kloramfenikol 25 mg/kgBB setiap 8 jam
- Seftriakson 50 mg/kgBB i.v setiap 12 jam
- Ampisilin 50 mg/kgBB i.m sehari empat kali, dan gentamisin 7,5 mg/kgBB sehari sekali
- Benzilpenisilin 50.000 U/kgBB setiap 6 jam, dan gentamisin 7,5 mg/kgBB sehari sekali
- Pemberian antibiotik diberikan selama 10 hari pada pneumonia tanpa komplikasi, sampai saat ini tidak ada studi kontrol mengenai lama terapi antibiotik yang optimal.
Pemberian antibiotik berdasarkan umur
Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :
- ampicillin + aminoglikosid
- amoksisillin-asam klavulanat
- amoksisillin + aminoglikosid
- sefalosporin generasi ke-3
Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)
- beta laktam amoksisillin
- amoksisillin-amoksisillin klavulanat
- golongan sefalosporin
- kotrimoksazol
- makrolid (eritromisin)
Anak usia sekolah (> 5 thn)
- amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
- tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)
2. Penatalaksaan suportif
- Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit  sampai sesak nafas hilang atau PaO2
pada analisis gas darah ≥ 60 torr.
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
- Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena
dengan dosis awal 0,5 x 0,3 x defisit basa x BB (kg). Selanjutnya periksa ulang analisis gas darah setiap 4-6 jam. Bila analisis gas darah tidak bisa dilakukan maka dosis awal bikarbonat 0,5 x 2-3 mEq x BB (kg).
- Obat penurun panas dan pereda batuk sebaiknya tidak
diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi
antibiotik awal. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan
suhu tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantung. Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 24-72 jam  ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif).

3. Penatalaksanaan bedah
Pada umumnya tidak ada tindakan bedah kecuali bila terjadi komplikasi
pneumotoraks atau pneumomediastinum.

6.9.Cara pemberian Oksigen pada sesak Nafas..
Jawab :
Pengertian
Pemberian oksigen ke dalam paru-paru melalui saluran pernapasan dengan menggunakan alat bantu dan oksigen. Pemberian oksigen pada klien dapat melalui kanula nasal dan masker oksigen. (Suparmi, 2008:66)
Tujuan Umum

Meningkatkan ekspansi dada
Memperbaiki status oksigenasi klien dan memenuhi kekurangan oksigen
Membantu kelancaran metabolisme
Mencegah hipoksia
Menuru...
Menekan kerja jantung
Menurunkan kerja paru –paru pada klien dengan dyspnea
Meningkatkan rasa nyaman dan efisiensi frekuensi napas pada penyakit paru (Aryani, 2009:53)

Indikasi
Efektif diberikan pada klien yang mengalami :
1. Gagal nafas
Ketidakmampuan tubuh dalam mempertahankan tekanan parsial normal O2 dan CO2 di dalam darah, disebabkan oleh gangguan pertukaran O2 dan CO2 sehingga sistem pernapasan tidak mampu memenuhi metabolisme tubuh.
2. Gangguan jantung (gagal jantung)
Ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen.
3. Kelumpuhan alat pernafasan
Suatu keadaan dimana terjadi kelumpuhan pada alat pernapasan untuk memenuhi kebutuhan oksigen karena kehilangan kemampuan ventilasi secara adekuat sehingga terjadi kegagalan pertukaran gas O2 dan CO2.
4. Perubahan pola napas.
Hipoksia (kekurangan oksigen dalam jaringan), dyspnea (kesulitan bernapas, misal pada pasien asma),sianosis (perubahan warna menjadi kebiru-biruan pada permukaan kulit karena kekurangan oksigen), apnea (tidak bernapas/ berhenti bernapas), bradipnea (pernapasan lebih lambat dari normal dengan frekuensi kurang dari 16x/menit), takipnea (pernapasan lebih cepat dari normal dengan frekuensi lebih dari 24x/menit (Tarwoto&Wartonah, 2010:35)
5. Keadaan gawat (misalnya : koma)
Pada keadaan gawat, misal pada pasien koma tidak dapat mempertahankan sendiri jalan napas yang adekuat sehingga mengalami penurunan oksigenasi.
6. Trauma paru
Paru-paru sebagai alat penapasan, jika terjadi benturan atau cedera akan mengalami gangguan untuk melakukan inspirasi dan ekspirasi.
7. Metabolisme yang meningkat : luka bakar
Pada luka bakar, konsumsi oksigen oleh jaringan akan meningkat dua kali lipat sebagai akibat dari keadaan hipermetabolisme.
8. Post operasi
Setelah operasi, tubuh akan kehilangan banyak darah dan pengaruh dari obat bius akan mempengaruhi aliran darah ke seluruh tubuh, sehingga sel tidak mendapat asupan oksigen yang cukup.
9. Keracunan karbon monoksida
Keberadaan CO di dalam tubuh akan sangat berbahaya jika dihirup karena akan menggantikan posisi O2 yang berikatan dengan hemoglobin dalam darah.

(Aryani, 2009:53)

Kontraindikasi

Tidak ada konsentrasi pada pemberian terapi oksigen dengan syarat pemberian jenis dan jumlah aliran yang tepat. Namun demikan, perhatikan pada khusus berikut ini

Pada klien dengan PPOM (Penyakit Paru Obstruktif Menahun) yang mulai bernafas spontan maka pemasangan masker partial rebreathing dan non rebreathing dapat menimbulkan tanda dan gejala keracunan oksigen. Hal ini dikarenakan jenis masker rebreathing dan non-rebreathing dapat mengalirkan oksigen dengan konsentrasi yang tinggi yaitu sekitar 90-95%
Face mask tidak dianjurkan pada klien yang mengalami muntah-muntah
Jika klien terdapat obstruksi nasal maka hindari pemakaian nasal kanul.

(Aryani, 2009:53)
Hal - hal yang perlu diperhatikan

Perhatikan jumlah air steril dalam humidifier, jangan berlebih atau kurang dari batas. Hal ini penting untuk mencegah kekeringan membran mukosa dan membantu untuk mengencerkan sekret di saluran pernafasan klien

Pada beberapa kasus seperti bayi premature, klien dengan penyakit akut, klien dengan keadaan yang tidak stabil atau klien post operasi, perawat harus mengobservasi lebih sering terhadap respon klien selama pemberian terapi oksigen

Pada beberapa klien, pemasangan masker akan memberikan tidak nyaman karena merasa “terperangkat”. Rasa tersebut dapat di minimalisir jika perawat dapat meyakinkan klien akan pentingnya pemakaian masker tersebut.

Pada klien dengan masalah febris dan diaforesis, maka perawat perlu melakukan perawatan kulit dan mulut secara extra karena pemasangan masker tersebut dapat menyebabkan efek kekeringan di sekitar area tersebut.

Jika terdapat luka lecet pada bagian telinga klien karena pemasangan ikatan tali nasal kanul dan masker. Maka perawat dapat memakaikan kassa berukuran 4x4cm di area tempat penekanan tersebut.

Akan lebih baik jika perawat menyediakan alat suction di samping klien dengan terapi oksigen

Pada klien dengan usia anak-anak, biarkan anak bermain-main terlebih dahulu dengan contoh masker.

Jika terapi oksigen tidak dipakai lagi, posisikan flow meter dalam posisi OFF

Pasanglah tanda : “dilarang merokok : ada pemakaian oksigen” di pintu kamar klien, di bagian kaki atau kepala tempat tidur, dan di dekat tabung oksigen. Instrusikan kepada klien dan pengunjung akan bahaya merokok di area pemasangan oksigen yang dapat menyebabkan kebakaran.

(Aryani, 2009:53)


PEMBERIAN OKSIGEN MELALUI NASAL KANULA
Pengertian
Pemberian oksigen pada klien yang memerlukan oksigen secara kontinyu dengan kecepatan aliran 1-6 liter/menit serta konsentrasi 20-40%, dengan cara memasukan selang yang terbuat dari plastik ke dalam hidung dan mengaitkannya di belakang telinga. Panjang selang yang dimasukan ke dalam lubang dihidung hanya berkisar 0,6 – 1,3 cm. Pemasangan nasal kanula merupakan cara yang paling mudah, sederhana, murah, relatif nyaman, mudah digunakan cocok untuk segala umur, cocok untuk pemasangan jangka pendek dan jangka panjang, dan efektif dalam mengirimkan oksigen. Pemakaian nasal kanul juga tidak mengganggu klien untuk melakukan aktivitas, seperti berbicara atau makan. (Aryani, 2009:54)

Tujuan
a. Memberikan oksigen dengan konsentrasi relatif rendah saat kebutuhan oksigen minimal.
b. Memberikan oksigen yang tidak terputus saat klien makan atau minum.
(Aryani, 2009:54)

Indikasi

Klien yang bernapas spontan tetapi membutuhkan alat bantu nasal kanula untuk memenuhi kebutuhan oksigen (keadaan sesak atau tidak sesak). (Suparmi, 2008:67)

Prinsip
a. Nasal kanula untuk mengalirkan oksigen dengan aliran ringan atau rendah, biasanya hanya 2-3 L/menit.
b. Membutuhkan pernapasan hidung
c. Tidak dapat mengalirkan oksigen dengan konsentrasi >40 %.
(Suparmi, 2008:67)

PEMBERIAN OKSIGEN MELALUI MASKER OKSIGEN

Pengertian

Pemberian oksigen kepada klien dengan menggunakan masker yang dialiri oksigen dengan posisi menutupi hidung dan mulut klien. Masker oksigen umumnya berwarna bening dan mempunyai tali sehingga dapat mengikat kuat mengelilingi wajah klien. Bentuk dari face mask bermacam-macam. Perbedaan antara rebreathing dan non-rebreathing mask terletak pada adanya vulve yang mencegah udara ekspirasi terinhalasi kembali. (Aryani, 2009:54)

Macam Bentuk Masker :

a. Simple face mask mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen 40-60% dengan kecepatan aliran 5-8 liter/menit.

b. Rebreathing mask mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen 60-80% dengan kecepatan aliran 8-12 liter/menit. Memiliki kantong yang terus mengembang baik, saat inspirasi maupun ekspirasi. Pada saat inspirasi, oksigen masuk dari sungkup melalui lubang antara sungkup dan kantung reservoir, ditambah oksigen dari kamar yang masuk dalam lubang ekspirasi pada kantong. Udara inspirasi sebagian tercampur dengan udara ekspirasi sehingga konsentrasi CO2 lebih tinggi daripada simple face mask. (Tarwoto&Wartonah, 2010:37)
Indikasi : klien dengan kadar tekanan CO2 yang rendah. (Asmadi, 2009:33)

c. Non rebreathing mask mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen sampai 80-100% dengan kecepatan aliran 10-12 liter/menit. Pada prinsipnya, udara inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi karena mempunyai 2 katup, 1 katup terbuka pada saat inspirasi dan tertutup saat pada saat ekspirasi, dan 1 katup yang fungsinya mencegah udara kamar masuk pada saat inspirasi dan akan membuka pada saat ekspirasi. (Tarwoto&Wartonah, 2010:37)
Indikasi : klien dengan kadar tekanan CO2 yang tinggi. (Asmadi, 2009:34)

Tujuan
Memberikan tambahan oksigen dengan kadar sedang dengan konsentrasi dan kelembaban yang lebih tinggi dibandingkan dengan kanul. (Suparmi, 2008:68)

Prinsip
Mengalirkan oksigen tingkat sedang dari hidung ke mulut, dengan aliran 5-6 liter/menit dengan konsentrasi 40 - 60%. (Suparmi, 2008:68)

9.10. Definisi,Gejala dan Pemeriksaan Fisik dari :
­          Pneumonia
­          Bronkitis Kronis
­          Bronkiolitis
­          Bronketaksis
­          Koch Pulmonal
­          Bronko-Pneumonia
     Jawab :
1. DEFINISI

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru atau alveoli.
Pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru yang dicirikan dengan adanya konsolidasi akibat eksudat yang masuk dalam area alveoli. (Axton & Fugate, 1993)

Mengingat adanya perubahan pathogen yang menyebabkan pneumonia, maka dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Community-acquired pneumonia, dimulai sebagai penyakit pernapasan umum dan bisa berkembang menjadi pneumonia.
 Pneumonia streptococcal merupakan organisme penyebab umum. Tipe
ü pneumonia ini biasanya menimpa kalangan anak-anak atau kalangan orang tua.
 Hospital-acquire  pneumonia, dikenal sebagai pneumonia nosokomial.
ü Organisme seperti aeruginosa pseudomonas, klebsiella, atau aureus stapilococcus, merupakan bakteri umum penyebab hospital-acquired pneumonia.
 Lobar  dan bronchopneumonia, dikategorikan berdasarkan lokasi
ü anatomi infeksi. Sekarang ini, pneumonia diklasifikasikan menurut organisme, bukan hanya menurut lokasi anatominya saja.
 Pneumonia viral, bakterial, dan  fungal, dikategorikan berdasarkan
ü pada agen penyebabnya. Kultur sputum dan sensitivitas dilakukan untuk mengidentifikasi organisme perusak.

2. ETIOLOGI
-         Virus Synsitical respiratorik
-         Virus Influensa
-         Adenovirus
-         Rhinovirus
-         Rubeola
-         Varisella
-         Micoplasma (pada anak yang relatif besar)
-         Pneumococcus
-         Streptococcus
-         Staphilococcus

3. TANDA dan GEJALA
    Sesak Nafas
ü
    Batuk nonproduktif
ü
     Ingus (nasal discharge)
ü
     Suara napas lemah
ü
     Retraksi intercosta
ü
    Penggunaan otot bantu nafas
ü
    Demam
ü
    Ronchii
ü
    Cyanosis
ü
    Leukositosis
ü
    Thorax photo menunjukkan infiltrasi melebar
ü

4. PATOFISIOLOGI
Pneumonia bakterial menyerang baik ventilasi maupun difusi. Suatu reaksi inflamasi yang dilakukan oleh pneumokokus terjadi pada alveoli dan menghasilkan eksudat, yang mengganggu gerakan dan difusi oksigen serta karbon dioksida. Sel-sel darah putih, kebanyakan neutrofil, juga bermigrasi ke dalam alveoli dan memenuhi ruang yang biasanya mengandung udara. Area paru tidak mendapat ventilasi yang cukup karena sekresi, edema mukosa, dan bronkospasme, menyebabkan oklusi parsial bronki atau alveoli dengan mengakibatkan penurunan tahanan oksigen alveolar. Darah vena yang memasuki paru-paru lewat melalui area yang kurang terventilasi dan keluar ke sisi kiri jantung tanpa mengalami oksigenasi. Pada pokoknya, darah terpirau dari sisi kanan ke sisi kiri jantung. Percampuran darah yang teroksigenasi dan tidak teroksigenasi ini akhirnya mengakibatkan hipoksemia arterial.

Sindrom Pneumonia Atipikal. Pneumonia yang berkaitan dengan mikoplasma, fungus, klamidia, demam-Q, penyakit Legionnaires’. Pneumocystis carinii, dan virus termasuk ke dalam sindrom pneumonia atipikal.

Pneumonia mikoplasma adalah penyebab pneumonia atipikal primer yang paling umum. Mikoplasma adalah organisme kecil yang dikelilingi oleh membran berlapis tiga tanpa dinding sel. Organisme ini tumbuh pada media kultur khusus tetapi berbeda dari virus. Pneumonia mikoplasma paling sering terjadi pada anak-anak yang sudah besar dan dewasa muda.

Pneumonia kemungkinan ditularkan oleh droplet pernapasan yang terinfeksi, melalui kontak dari individu ke individu. Pasien dapat diperiksa terhadap antibodi mikoplasma.

Inflamasi infiltrat lebih kepada interstisial ketimbang alveolar. Pneumonia ini menyebar ke seluruh saluran pernapasan, termasuk bronkiolus. Secara umum, pneumonia ini mempunyai ciri-ciri bronkopneumonia. Sakit telinga dan miringitis bulous merupakan hal yang umum terjadi. Pneumonia atipikal dapat menimbulkan masalah-masalah yang sama baik dalam ventilasi maupun difusi seperti yang diuraikan dalam pneumonia bakterial.

4. MANIFESTASI KLINIK

Pneumonia bakterial (atau pneumokokus) secara khas diawali dengan awitan menggigil, demam yang timbul dengan cepat (39,5oC ¬¬¬sampai 40,5oC), dan nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernapas dan batuk. Pasien sangat sakit dengan takipnea sangat jelas (25 sampai 45 kali/menit) disertai dengan pernapasan mendengkur, pernapasan cuping hidung, dan penggunaan otot-otot aksesori pernapasan.

Pneumonia atipikal beragam dalam gejalanya, tergantung pada organisme penyebab. Banyak pasien mengalami infeksi saluran pernapasan atas (kongesti nasal, sakit tenggorok), dan awitan gejala pneumonianya bertahap. Gejala yang menonjol adalah sakit kepala, demam tingkat rendah, nyeri pleuritis, mialgia, ruam, dan faringitis. Setelah beberapa hari, sputum mukoid atau mukopurulen dikeluarkan.
Nadi cepat dan bersambungan (bounding). Nadi biasanya meningkat sekitar 10 kali/menit untuk setiap kenaikan satu derajat Celcius. Bradikardia relatif untuk suatu demam tingkatan tertentu dapat menandakan infeksi virus, infeksi mycoplasma, atau infeksi dengan spesies Legionella.

Pada banyak kasus pneumonia, pipi berwarna kemerahan, warna mata menjadi lebih terang, dan bibir serta bidang kuku sianotik. Pasien lebih menyukai untuk duduk tegak di tempat tidur dengan condong ke arah depan, mencoba untuk mencapai pertukaran gas yang adekuat tanpa mencoba untuk batuk atau napas dalam. Pasien banyak mengeluarkan keringat. Sputum purulen dan bukan merupakan indikator yang dapat dipercaya dari etiologi. Sputum berbusa, bersemu darah sering dihasilkan pada pneumonia pneumokokus, stafilokokus, Klebsiella, dan streptokokus. Pneumonia Klebsiella sering juga mempunyai sputum yang kental; sputum H. influenzae biasanya berwarna hijau.

Tanda-tanda lain terjadi pada pasien dengan kondisi lain seperti kanker, atau pada mereka yang menjalani pengobatan dengan imunosupresan, yang menurunkan daya tahan terhadap infeksi dan terhadap organisme yang sebelumnya tidak dianggap patogen serius. Pasien demikian menunjukkan demam, krekles, dan temuan fisik yang menandakan area solid (konsolidasi) pada lobus-lobus paru, termasuk peningkatan fremitus taktil, perkusi pekak, bunyi napas bronkovesikular atau bronkial, egofoni (bunyi mengembik yang terauskultasi), dan bisikan pektoriloquy (bunyi bisikan yang terauskultasi melalui dinding dada). Perubahan ini terjadi karena bunyi ditransmisikan lebih baik melalui jaringan padat atau tebal (konsolidasi) ketimbang melalui jaringan normal.

Pada pasien lansia atau mereka dengan PPOM, gejala-gejala dapat berkembang secara tersembunyi. Sputum purulen mungkin menjadi satu-satunya tanda pneumonia pada pasien ini. Sangat sulit untuk mendeteksi perubahan yang halus pada kondisi mereka karena mereka telah mengalami gangguan fungsi paru yang serius.

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Radiologis
Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran air bronchogram (airspace disease) misalnya oleh Streptococcus pneumoniae; bronkopneumonia (segmental disease) oleh antara lain staphylococcus, virus atau mikoplasma; dan pneumonia interstisial (interstitial disease) oleh virus dan mikoplasma. Distribusi infiltrat pada segmen apikal lobus bawah atau inferior lobus atas sugestif untuk kuman aspirasi. Tetapi pada pasien yang tidak sadar, lokasi ini bisa dimana saja. Infiltrat di lobus atas sering ditimbulkan Klebsiella, tuberkulosis atau amiloidosis. Pada lobus bawah dapat terjadi infiltrat akibat Staphylococcus atau bakteriemia.

Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri; leukosit normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau pada infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respons leukosit, orang tua atau lemah. Leukopenia menunjukkan depresi imunitas, misalnya neutropenia pada infeksi kuman Gram negatif atau S. aureus pada pasien dengan keganasan dan gangguan kekebalan. Faal hati mungkin terganggu.

Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, aspirasi jarum transtorakal, torakosentesis, bronkoskopi, atau biopsi. Untuk tujuan terapi empiris dilakukan pemeriksaan apus Gram, Burri Gin, Quellung test dan Z. Nielsen.

Pemeriksaan Khusus

Titer antibodi terhadap virus, legionela, dan mikoplasma. Nilai diagnostik bila titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah dilakukan untuk menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen.

6. PENATALAKSANAAN
Pengobatan pneumonia termasuk pemberian antibiotik yang sesuai seperti yang ditetapkan oleh hasil pewarnaan Gram. Penisilin G merupakan antibiotik pilihan untuk infeksi oleh S. pneumoniae. Medikasi efektif lainnya termasuk eritromisin, klindamisin, sefalosporin generasi kedua dan ketiga, penisilin lainnya, dan trimetoprim-sulfametoksazol (Bactrim).

Pneumonia mikoplasma memberikan respons terhadap eritromisin, tetrasiklin, dan derivat tetrasiklin (doksisiklin). Pneumonia atipikal lainnya mempunyai penyebab virus, dan kebanyakan tidak memberikan respons terhadap antimikrobial. Pneumocystis carinii memberikan respons terhadap pentamidin dan trimetropim-sulfametoksazol (Bactrim, TMP-SMZ). Inhalasi lembab, hangat sangat membantu dalam menghilangkan iritasi bronkial. Asuhan keperawatan dan pengobatan (dengan pengecualian terapi antimikrobial) sama dengan yang diberikan untuk pasien yang mengalami pneumonia akibat bakteri.

Pasien menjalani tirah baring sampai infeksi menunjukkan tanda-tanda penyembuhan. Jika dirawat di RS, pasien diamati dengan cermat dan secara kontinu sampai kondisi klinis membaik.

Jika terjadi hipoksemia, pasien diberikan oksigen. Analisis gas darah arteri dilakukan untuk menentukan kebutuhan akan oksigen dan untuk mengevaluasi keefektifan terapi oksigen. Oksigen dengan konsentrasi tinggi merupakan kontraindikasi pada pasien dengan PPOM karena oksigen ini dapat memperburuk ventilasi alveolar dengan menggantikan dorongan ventilasi yang masih tersisa dan mengarah pada dekompensasi. Tindakan dukungan pernapasan seperti intubasi endotrakeal, inspirasi oksigen konsentrasi tinggi, ventilasi mekanis, dan tekanan ekspirasi akhir positif (PEEP) mungkin diperlukan untuk beberapa pasien tersebut.


B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN

 Aktivitas/istirahat
Gejala: Kelemahan, kelelahan, insomnia.
Tanda: Letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.

 Sirkulasi
Gejala: Riwayat adany/GJK kronis.
Tanda: Takikardia, penampilan kemerahan atau pucat.

 Integritas ego
Gejala: Banyaknya stresor, masalah finansial.

 Makanan/cairan
Gejala: Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, riwayat diabetes melitus.
Tanda: Distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan kakeksia (malnutrisi).

 Neurosensori
Gejala: Sakit kepala daerah frontal (influenza).
Tanda: Perubahan mental (bingung, somnolen).

 Nyeri/keamanan
Gejala: Sakit kepala, nyeri dada (pleuritik), meningkat oleh batuk; nyeri dada substernal (influenza), mialgia, artralgia.
Tanda: Melindungi area yang sakit (pasien umumnya tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi gerakan).

Pernapasan
Gejala: Riwayat adanya/ISK kronis, PPOM, merokok sigaret, takpnea, dispnea progresif, pernapasan dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal.
Tanda: Sputum: merah muda, berkarat, atau purulen, perkusi: pekak di atas area yang konsolidasi, fremitus: taktil dan vokal bertahap meningkat dengan konsolidasi, gesekan friksi pleural, bunyi napas: menurun atau tak ada di atas area yang terlibat, atau napas bronkial, warna: pucat atau sianosis bibir/kuku.

 Keamanan
Gejala: Riwayat gangguan sistem imun, mis: SLE, AIDS, penggunaan steroid atau kemoterapi, institusionalisasi, ketidakmampuan umum, demam (mis: 38, 5-39,6oC).
Tanda: Berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan mungkin ada pada kasus rubeola atau varisela.

 Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: Riwayat mengalami pembedahan; penggunaan alkohol kronis.
Pertimbangan: DRG menunjukkan rerata lama dirawat: 6,8 hari.
Rencana pemulangan: Bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan rumah, oksigen mungkin diperlukan bila ada kondisi pencetus.


II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d peningkatan produksi sputum.
2. Gangguan pertukaran gas b/d pneumonia.
3. Intoleransi aktivitas b/d kerusakan pertukaran gas sekunder terhadap pneumonia.
4. Nyeri akut b/d inflamasi parenkim paru.
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.
6. Risiko kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan berlebihan (demam, berkeringat banyak, napas mulut/hiperventilasi, muntah).

III. INTERVENSI

1. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d peningkatan produksi sputum.
Tujuan : Jalan napas paten dengan bunyi napas bersih, tak ada dispnea, sianosis.

Intervensi :
1) Kaji frekuensi/kedalaman pernapasan dan gerakan dada.
R/ Takipnea, pernapasan dangkal, dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada dan/atau cairan paru.
2) Auskultasi area paru, catat area penurunan/tak ada aliran udara dan bunyi napas adventisius, mis: krekels, mengi.
R/ Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan. Bunyi napas bronkial (normal pada bronkus) dapat juga terjadi pada area konsolidasi. Krekels, ronki, dan mengi terdengar pada inspirasi dan/atau ekspirasi pada respons terhadap pengumpulan cairan, sekret kental, dan spasme jalan napas/obstruksi.
3) Bantu pasien latihan napas sering. Tunjukkan/bantu pasien mempelajari melakukan batuk, mis: menekan dada dan batuk efektif sementara posisi duduk tinggi.
R/ Napas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-paru/jalan napas lebih kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan napas alami, membantu silia untuk mempertahankan jalan napas paten. Penekanan menurunkan ketidaknyamanan dada dan posisi duduk memungkinkan upaya napas lebih dalam dan lebih kuat.
4) Lakukan penghisapan sesuai indikasi.
R/ Merangsang batuk atau pembersihan jalan napas secara mekanik pada pasien yang tak mampu melakukan karena batuk tak efektif atau penurunan tingkat kesadaran.
5) Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari (kecuali kontraindikasi). Tawarkan air hangat daripada dingin.
R/ Cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan sekret.
6) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi: mukolitik, ekspektoran, bronkodilator, analgesik.
R/ Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret. Analgesik diberikan untuk memperbaiki batuk dengan menurunkan ketidaknyamanan tetapi harus digunakan secara hati-hati, karena dapat menurunkan upaya batuk/menekan pernapasan.

2. Gangguan pertukaran gas b/d pneumonia.
Tujuan: Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang normal dan tak ada gejala distres pernapasan.


Intervensi:
1) Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernapas.
R/ Manifestasi distres pernapasan tergantung pada/indikasi derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum.
2) Observasi warna kulit, membran mukosa, dan kuku, catat adanya sianosis perifer (kuku) atau sianosis sentral (sirkumoral).
R/ Sianosis kuku menunjukkan vasokontriksi atau respon tubuh terhadap demam/menggigil. Namun sianosis daun telinga, membran mukosa, dan kulit sekitar mulut menunjukkan hipoksemia sistemik.
3) Awasi suhu tubuh, sesuai indikasi. Bantu tindakan kenyamanan untuk menurunkan demam dan menggigil, mis: selimut tambahan, suhu ruangan nyaman, kompres hangat atau dingin.
R/ Demam tinggi (umum pada pneumonia bakterial dan influenza) sangat meningkatkan kebutuhan metabolik dan kebutuhan oksigen dan mengganggu oksigenasi seluler.
4) Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi (fowler atau semi fowler), napas dalam dan batuk efektif.
R/ Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan pengeluaran sekret untuk memperbaiki ventilasi.
5) Berikan terapi oksigen dengan benar, mis: dengan nasal prong, masker, masker Venturi.
R/ Tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg. Oksigen diberikan dengan metode yang memberikan pengiriman tepat dalam toleransi pasien.
6) Awasi GDA, nadi oksimetri.
R/ Mengevaluasi proses penyakit dan memudahkan terapi paru.

3. Intoleransi aktivitas b/d kerusakan pertukaran gas sekunder terhadap pneumonia.
Tujuan: Melaporkan/menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan tak adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentang normal.

Intervensi:
1) Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea, peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.
R/ Menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.
2) Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi. Dorong penggunaan manajemen stres dan pengalih yang tepat.
R/ Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat.
3) Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
R/ Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan. Pembatasan aktivitas ditentukan dengan respons individual pasien terhadap aktivitas dan perbaikan kegagalan pernapasan.
4) Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan/atau tidur.
R/ Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi, atau menunduk ke depan meja atau bantal.
5) Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
R/ Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.

4. Nyeri akut b/d inflamasi parenkim paru.
Tujuan: Menunjukkan rileks, istirahat/tidur, dan peningkatan aktivitas yang tepat.
Intervensi:


1) Tentukan karakteristik nyeri, mis: tajam, konstan, ditusuk. Selidiki perubahan karakter/lokasi/intensitas nyeri.
R/ Nyeri dada, biasanya ada dalam beberapa derajat pada pneumonia, juga dapat timbul komplikasi pneumonia seperti perikarditis dan endokarditis.
2) Pantau tanda vital.
R/ Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukkan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila alasan lain untuk perubahan tanda vital telah terlihat.
3) Berikan tindakan nyaman, mis: pijatan punggung, perubahan posisi, musik tenang/perbincangan, relaksasi/latihan napas.
R/ Tindakan non-analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesik.
4) Tawarkan pembersihan mulut dengan sering.
R/ Pernapasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan mengeringkan membran mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.
5) Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.
R/ Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan keefektifan upaya batuk.
6) Berikan analgesik dan antitusif sesuai indikasi.
R/ Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non-produktif/paroksismal atau menurunkan mukosa berlebihan, meningkatkan kenyamanan/istirahat umum.

5. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.
Tujuan: Menunjukkan peningkatan masukan makanan, mempertahankan/ meningkatkan berat badan, menyatakan perasaan sejahtera.

Intervensi:
1) Pantau: presentase jumlah makanan yang dikonsumsi setiap kali makan, timbang BB tiap hari, hasil pemeriksaan protein total, albumin dan osmolalitas.
R/ Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari sasaran yang diharapkan.
2) Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin. Bartikan/bantu kebersihan mulut setelah muntah, setelah tindakan aerosol dan drainase postural, dan sebelum makan.
R/ Menghilangkan tanda bahaya, rasa, bau dari lingkungan pasien dan dapat menurunkan mual.
3) Rujuk kepada ahli diet untuk membantu memilih makanan yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi selama sakit panas.
R/ Ahli diet ialah spesialisasi dalam hal nutrisi yang dapat membantu pasien memilih makanan yang memenuhi kebutuhan kalori dan kebutuhan nutrisi sesuai dengan keadaan sakitnya, usia, tinggi dan berat badannya.
4) Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering dan makanan yang menarik untuk pasien.
R/ Tindakan ini dapat meningkatkan masukan dan memerlukan lebih sedikit energi.

6. Risiko kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan berlebihan (demam, berkeringat banyak, napas mulut/hiperventilasi, muntah).
Tujuan: Menunjukkan keseimbangan cairan dibuktikan dengan parameter individual yang tepat, mis: membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, tanda vital stabil.


Intervensi:
1) Kaji perubahan tanda vital, contoh peningkatan suhu/demam memanjang, takikardia, hipotensi ortostatik.
R/ Peningkatan suhu/memanjangnya demam meningkatkan laju metabolik dan kehilangan cairan melalui evaporasi, TD ortostatik berubah dan peningkatan takikardia menunjukkan kekurangan cairan sistemik.
2) Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah).
R/ Indikator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membran mukosa mulut mungkin kering karena napas mulut dan oksigen tambahan.
3) Pantau masukan dan haluaran, catat warna, karakter urine. Hitung keseimbangan cairan. Waspadai kehilangan yang tak tampak. Ukur berat badan sesuai indikasi.
R/ Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan penggantian.
4) Tekankan cairan sedikitnya 2500 ml/hari atau sesuai kondisi individual.
R/ Pemenuhan kebutuhan dasar cairan, menurunkan risiko dehidrasi.
5) Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan.
R/ Adanya penurunan masukan/banyak kehilangan, penggunaan parenteral dapat memperbaiki/mencegah kekurangan.
6) Lapor dokter jika ada tanda-tanda kekurangan cairan menetap atau bertambah berat.
R/ Merupakan tanda-tanda kebutuhan cairan yang meningkat atau mulai timbulnya komplikasi.

IV. EVALUASI

1. Jalan napas paten dengan bunyi napas bersih, tak ada dispnea, sianosis.
2. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang normal dan tak ada gejala distres pernapasan.
3. Melaporkan/menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan tak adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentang normal.
4. Menunjukkan rileks, istirahat/tidur, dan peningkatan aktivitas yang tepat.
5. Menunjukkan peningkatan masukan makanan, mempertahankan/ meningkatkan berat badan, menyatakan perasaan sejahtera.
6. Menunjukkan keseimbangan cairan dibuktikan dengan parameter individual yang tepat, mis: membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, tanda vital stabil.



KESIMPULAN

Seorang anak perempuan umur 5 Tahun 2 bulan  tersebut menderita penyakit Bronko-Pneumonia.





DAFTAR PUSTAKA
Djojodibroto Darmanto R.2007.Respirologi.Jakarta;EGC
Junqueira Carlos L,dkk.2007.Histologi Dasar.Edisi 8.Jakarta;EGC
Sudoyo Aru W,dkk.2009.Ilmu Penyakit Dalam.Jilid III Edisi V.Jakarta;Interna Publishing Diponegoro.

BAGIKAN/SHARE

Shiny Trinket

Shiny trinkets are shiny.